Jumat, 11 November 2016

MATA KULIAH
DOSEN PENGASUH
Asesmen Kebutuhan Dan Perencanaan Pendidikan Islam
Dr. Ahmad Salabi, M.Pd
Dr. Hj. Sessi Rewetty Revilla, M.M.Pd


MODEL-MODEL ASESMEN KEBUTUHAN:
MEMILIH RANCANGAN TERBAIK
IMG_0001
 









Oleh:
Kursani    1502531551


KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
P A S C A S A R J A N A
BANJARMASIN

2016


















A.    Latar Belakang
Proses pembelajaran merupakan suatu bagian terpenting dalam dunia pendidikan. Dimana di dalam proses pembelajaran inilah hasil dari pendidikan ditentukan. Ketika proses ini berjalan baik, maka baik pulalah hasil dari pendidikan itu dan begitu pula bila prosesnya buruk maka buruk pulalah hasilnya. Namun begitu, proses pembelajaran di indonsia sering kali berjalan kurang maksimal. Kekurang maksimalan ini disebabkan oleh berbagai hal yang diantara hal itu adalah kurangnya perencanaan dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran berlangsung tidak seperti seharusnya.
Untuk memaksimalkan proses pembelajaran hingga bisa mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan maka diperlukanlah perencanaan pembelaran terlebih dahulu. Sedangka sebelum membuat perencanaan pembelajaran, terlebih dahulu kita perlu melakukan analisis kebutuhan terhadap siswa. Hal ini perlu dilakukan agar nantinya materi/pelajaran yang diterima oleh siswa benar – benar suatu yang dibutuhkan oleh siswa. Oleh karena pentingnya metode asesmen kebutuhan dibuat untuk bisa mengukur tingkat kesenjangan yang terjadi dalam pembelajaran siswa dari apa yang diharapkan dan apa yang sudah didapat.









B.     Pembahasan
1.      Pengertian Asesmen
Menurut Poerwanti, dkk. (2008: 3) secara umum, assesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa baik yang menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah.
2.      Langkah-langkah Analisis Kebutuhan
            Glasgow menggambarkan need assessment dalam bentuk kegiatan yang dimulai dari tahapan pengumpulan informasi sampai merumuskan masalah.
Bentuk langkah-langkah need assessment menurut Glasgow sebagai berikut:
a.       Tahapan pengumpulan Informasi: dalam tahapan ini seseorang harus bisa memahami dan mengumpulkan informasi dari para siswa cakupan pengumpulan informasi bisa beragam seperti karakteristik siswa, kemampuan personal, dan problematic didalam pembelajaran.
b.      Tahapan identifikasi kesenjangan: menurut Kaufman mengidentifikasi kesenjangan yaitu dengan menggunakan metode Organizational Element Model (OEM) yang dimana dalam metode ini menjelaskan adanya 5 elemen yang saling berkaitan. Dimulai dari:
 Input-proses-produk-output-outcome.
1)      Input: kondisi yang tersedia pada saat ini, misalnya tentang keuangan, waktu, bangunan, guru, pelajar, problem, tujuan, materi kurikulum.
2)      Proses: meliputi pelaksanaan pendidikan yang berjalan yang terdiri atas pola pembentukan staf, pendidikan yang berlangsung sesuai dengan kompentensi, perencanaan, metode, pembelajaran individu, dan kurikulum yang berlaku.
3)      Produk: meliputi penyelesaian pendidikan, keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dimiliki, serta kelulusan tes kompetensi.
4)      Output: meliputi ijazah kelulusan, keterampilan prasyarat, lisensi.
5)      Outcome: hasil akhir yang diperoleh.

c.       Analisis Performa: tahapan ini dilakukan setelah memahami berbagai informasi dan mengidentifikasi kesenjangan yang ada. Dalam hal ini ketika menemukan sebuah kesenjangan, diidentifikasi kesenjangan mana yang dapat dipecahkan melalui perencanaan pembelajaran dan mana yang memerlukan pemecahan yang lain.
d.      Identifikasi Hambatan dan Sumber: dalam tahapan ini pelaksanaan suatu program berbagai kendala bisa muncul sehingga dapat berpengaruh terhadap kelancaran suatu program. Berbagai kendala bisa meliputi dari waktu, fasilitas, bahan, dan sebagainya. Sumber-sumbernya juga bisa dari pengorganisasian, fasilitas, dan pendanaan.
e.       Identifikasi Karakteristik Siswa: tahapan ini merupakan proses pengidentifikasian masalah-masalah siswa. Karena Tujuan utama dalam desain pembelajaran adalah memecahkan berbagai masalah yang dihadapi siswa.
f.       Identifikasi tujuan: mengidentifikasi tujuan merupakan  salah satu tahapan penting yang ada didalam need assessment, karena mengidentifikasi tujuan merupakan proses penetapan kebutuhan yang dianggap mendesak untuk dipecahkan sesuai dengan kondisi, karena tidak semua kebutuhan menjadi tujuan.
g.      Merumuskan masalah: tahapan ini adalah tahap akhir dalam proses analisis, yaitu menuliskan pernyataan adalah sebagai pedoman dalam penyusunan proses desain instruksional.




C.    Kesimpulan
Metode Need Assessment dibuat untuk bisa mengukur tingkat kesenjangan yang terjadi dalam pembelajaran siswa dari apa yang diharapkan dan apa yang sudah didapat. Langkah – langkah Analisis kebutuhan digambarkan oleh Glasgow dalam bentuk kegiatan yang dimulai dari: 1) Tahapan pengumpulan Informasi, 2) Tahapan identifikasi kesenjangan, 3) Analisis Performa, 4) Identifikasi Hambatan dan Sumber, 5) Identifikasi Karakteristik Siswa, 6) Identifikasi tujuan, 7) Menentukan permasalahan.

















DAFTAR PUSTAKA

Jossey-Bass. Assessment Needs in Educational and Social Program. California: Publishers, 1984.
Tugas Terstruktur
Dosen Pengasuh

Knowledge Management

Dr. Ahmad Juhaidi, S.Ag. M.Pd. I.



KNOWLEDGE MANAGEMENT DAN KULTUR ORGANISASI



Oleh:
Kursani
1502531551
Muhammad Hasbi
1502531552



KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
P A S C A S A R J A N A
BANJARMASIN

2016















PEMBAHASAN

Studi pengetahuan telah menjadi pusat perhatian di kalangan filsuf sejak
Plato dan Aristoteles (Nonaka & Takeuchi, 1995). Di antara teori manajemen awal,
Frederick Taylor menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari pemeriksaan dan mempelajari panduanbekerja dalam konsep tentang manajemen ilmiah, yang menekankan produktivitaspekerja manual (Drucker, 1999). Dalam pendekatan Taylor, manajer yang bertanggung jawab untukmerancang pekerjaan atau tugas untuk mencapai efisiensi dan produktivitas tertinggi (Wren,2005).
Inovasi dan juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat saat ini menjadi salah satu kunci pening untuk organisasi atau perusahaan. Persiangan yang semakin berat maka perlu adanya perubahan paradigma yang bertumpu pada bidang ilmu pengetahuan tertentu. Disinilah peran pendidikan dan knowledge sharing dikalangan karyawan menjadi sangat penting dalam meningkatkan kemampuan manusia untuk berpikir secara logika yang akan menghasilkan suatu bentuk inovasi.Kemajuan teknologi informasi menjanjikan kemudahan dalam manajemen pengetahuan (knowledge management) terutama bagi lembaga dalam bidang pengelolaan informasi secara elektronis.
Knowldege management menjadi bidang yang penting dalam proses pembelajaran sebuah organisasi. Pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi harus mampu memberikan kemajuan bagi organisasi itu sendiri. Agar organisasi dapat bertahan hidup, maka diwajibkan agar setiap orang yang ada di dalam organisasi sharing penge-tahuan. Untuk itu dibutuhkan manajemen yang kuat agar pengetahuan tersebut mengakar di setiap individu dalam organisasi dan tidak hilang begitu saja dengan didukung infrastruktur untuk penyebaran informasi di lingkungan organisasi.






PEMBAHASAN


A.    Pengertian Knowledge Management
Knowledge management adalah suatu disiplin yang memperlakukan modal intelektual sebagai asset sehingga sangat terkait dengan bentuk pengetahuan yang akan dikelola (davenport,2000). Menurut Carl Davidson dan Philip Voss (2003), mengatakan bahwa mengelola knowledge sebenarnya merupakan bagaimana organisasi mengelola staf, sebenarnya menurut mereka bahwa knowledge management adalah bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang berbeda mulai saling bicara, yang sekarang populer dengan label learning organization.[1]
Laudon (2002), manajemen pengetahuan berfungsi meningkatkan kemampuan organisasi untuk belajar dari lingkungannya dan menggabungkan pengetahuan dalam suatu organisasi untuk menciptakan, mengumpulkan, memelihara, dan mendiseminasikan pengetahuan organisasi tersebut.
Tiwana (2002) ada tiga proses dasar knowledge management :
1.      Akuisisi pengetahuan (knowledge acquisition), adalah proses mengembangkan dan menciptakan pengetahuan, keahlian dan keterkaitan antar pengetahuan
2.      Berbagi pengetahuan (knowledge sharing), adalah menyebarkan  dan menyajikan pengetahuan yang sudah ada
3.      Penggunaan pengetahuan (knowledge utilization) adalah utilisasi pengetahuan dalam organisasi.
Faktor indikasi yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah sebuah perusahaan siap melaksanakan penerapan Knowledge Management adalah sebagai berikut :
1.      Scanning Imperative, yaitu menemukan hal penting yang harus ada dalam perusahaan
2.      Corportae Culture, budaya perusahaan yang mendukung kegiatan knowledge sharing
3.      Begin with what you know, melakukan evaluasi atas apa yang sudah dimiliki perusahaan dan kemudian meningkatkannya  sebelum melakukan yang baru.
Siklus Manajemen Pengetahuan

Menurut Lawson (2003, hal. 10), "Manajemen Pengetahuan adalah Proses yang berkelanjutan dan menjadi lilitan yang  luas karena semakin banyak pengetahuan yang ditambahkan dan dikelola dari waktu ke waktu. "Proses peningkatan pengetahuan yang terus menerus ini disebut sebagai siklus manajemen pengetahuan.[2]
Lawson (2003) menggabungkan proses yang digunakan oleh Wiig (1993), Parikh (2001), dan Horwitch dan ARMACOST (2002) untuk menggambarkan siklus manajemen pengetahuan. Penelitian ini mengikuti Lawson (2003) dengan menggunakan enam proses penciptaan, penangkapan, organisasi, penyimpanan, penyebaran, dan aplikasi untuk menggambarkan siklus manajemen pengetahuan.[3]
B.       Pengertian Kultur Organisasi

Kultur organisasi adalah sebuah sistem makna yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi lainnya. Kultur adalah sebuah istilah deskriptif dan berbeda dengan konsep kepuasan kerja berusahan mengukur respon efektif terhadap lingkungan kerja.[4]

Ada beberapa definisi kultur organisasi menurut para ahli diantaranya:[5]
1.      Ellios jaques, kultur organisasi adalah cara berpikir dan berbuat yang menjadi kebiasaan atau tradisi yang sedikit banyak  dimiliki oleh semua anggota, harus dipelajari oleh anggota-anggota baru, dan setidaknya harus menerimanya secara parsial  untuk dapat diterima  sebagai bagian dari organisasi.
2.      Andrew pettirew, kultur adalah sebuah system makna yang secara kolektif dan terbuka disepakati untuk berlaku pada suatu kelompok pada waktu tertentu.
3.      Meryl Reis Louis,  organisasi-organisasi adalah lingkunag yang membawa kultur, yang berarti unit-unit social tersendiri yang membawa seperangkat pemahaman,  bersama untuk mengorganisasi tindakan.Mislanya apa yang kita lakukan bersama dalam kelompok ini adalah cara-cara berperilaku  yang sesuai dalam kelompok dan sesame anggota.
4.      Caren siehl dan Joanne martin, kultur organisasi dapat dibayangkan  sebagai lem yang merekat organisasi menjadi satu kesatuan melalui suatu kebersamaan dalam hal pola-pola makna. Kultur terfokus pada nilai, keyakinan-keyakinan, dan harapan-harapan yang dimliki  bersama para anggota.
Menurut luthans budaya organisasi adalah norma-norma  dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota  organisasi akan berperilaku sesuai dengan budaya yang  berlaku agar diterima oleh lingkungannya.
Sarplin mendefinisikan budaya organisasi merupakan suatu system nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam ssuatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur system formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi
Schein mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari  asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh  suatu kelompok tertentu.
Dari sejumlah pengertian diatas, terlihat bahwa budaya organisasi memiliki peran yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektifitas kerja organisasi, khususnya kinerja manajemen dalam jangka pendek maupun panjang.

Budaya organisasi adalah bagaimana organisasi belajar berhubungan dengan lingkungan yang merupakan penggabungan dari asumsi , perilaku, cerita, mitos, ide, metafora, dan ide lain  untuk menentukan apa arti bekerja dalam suatu organisasi.
Fungsinya:[6]
·         Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptkan perbedaan yang  jelas antara satunorganisasi dengan organisasi yang lain.
·         Budaya memberikan identitas bagi  anggota organisasi
·         Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas  dan pada kepentingan individu.
·         Budaya itu meningkatkan kemantapan sisttemsosial.

Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan dan perilaku

Ada tujuh karakteristik utama secara keseluruhan  merupakan hakikat kultur sebuah organisaasi:[7]
1.      Inovasi dan keberanian mengambil resiko, sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
2.      Perhatian pada hal-hal yang rinci, sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal yang detail.
3.      Orientasi hasil, sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan  untuk mencapai hasil tersebut
4.      Orientasi orang,  sejauh mana keputusan-keputusan  manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut  atas orang yang ada  dalam organisasi
5.      Orientasi tim, sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasai ketimbangpada individu-individu.
6.      Keagresifan, sejauh mana orang bersikap agresif  dan kompetitif ketimbang santai.
7.      Stabilitas, sejauh mana bkegiatan-kegiatan organisasi dipertahankan.

C.       Penilaian Budaya Organisasi

1.      Tingkat Analisis Budaya Menurut Schein

            Menurut Schein (2004), peneliti dapat menganalisis budaya di beberapa tingkatan. Tingkat analisis mengacu pada tingkat visibilitas fenomena budaya. Schein mencatat bahwa bagian dari kebingungan dalam literatur budaya adalah bahwa peneliti gagal untuk menentukan tingkat budaya yang mereka teliti.
Tingkat analisis budaya diasumsikan oleh Schein (2004) meliputi artefak, didukung keyakinan dan nilai-nilai, dan asumsi-asumsi yang mendasari. Schein menegaskan bahwa artefak termasuk fenomena tingkat permukaan seperti struktur organisasi dan proses yang satu dapat dengan mudah diamati. Schein (2004, p. 30) menggunakan istilah "asumsi dasar" untuk menggambarkan tingkat terdalam dari budaya. Menurut Schein, asumsi dasar diambil untuk kepercayaan yang diberikan, persepsi, dan perasaan yang tetap sadar kepada anggota. Dia mencatat bahwa asumsi dasar menjadi begitu berakar dalam alam bawah sadar dari kelompok yang menyimpang dari mereka tampaknya tak terbayangkan kepada anggota kelompok. Schein merekomendasikan analisis asumsi yang mendasari kelompok untuk memperoleh pemahaman terdalam dari budaya dan prediktabilitas terbesar perilaku masa depan. Schein (2004, hal. 36) menulis, "esensi dari budaya terletak pada pola asumsi yang mendasari, dan sekali seseorang mengerti mereka, orang dapat dengan mudah memahami tingkat permukaan yang lebih dan penanganan tepat dengan mereka.
2.      Denison Model

            Daniel Denison, Bill Neale, dan rekan-rekan mereka mengembangkan model Denison untuk mendiagnosa budaya organisasi dan menentukan hubungannya dengan efektivitas organisasi (Denison, 1984, 1990, 1996; Denison & Mishra, 1995; Fey & Denison, 2003; Gillespie, Denison, Haaland , Smerek, & Neale, 2008).
Model Denison menggambarkan budaya organisasi dengan empat ciri: kemampuan beradaptasi, misi, keterlibatan, dan konsistensi. Adaptasi dan misi menandakan orientasi eksternal. Keterlibatan dan konsistensi yang terkait dengan orientasi internal. Adaptasi dan keterlibatan mengungkapkan orientasi fleksibel. Misi dan konsistensi menekankan orientasi yang stabil(Denison & Mishra,1995).
Menurut Yilmaz dan Ergun (2008), Model Denison konsisten denganSchein (2004) dalam membangun pentingnya keyakinan dan asumsi; Namun, model Denison membandingkan organisasi dengan mengukur nilai tingkat permukaan. Meskipun Denison menganggap keyakinan dan asumsi sebagai bentuk terdalam dari budaya, ia mengerti bahwa peneliti tidak dapat dengan mudah mengukur mereka (Fey & Denison, 2003; Yilmaz & Ergun, 2008). Para peneliti mempertimbangkan pengukuran keyakinan dan nilai lebih mudah daripada asumsi dan lebih dapat diandalkan dibandingkan artefak (Yilmaz & Ergun, 2008).

















KESIMPULAN

Manajemen pengetahuan dapat membuat suatu perubahan yang berfokus pada pengembangan dan penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas suatu organisasi. Manajemen pengetahuan memberikan suatu peluang untuk professional informasi pada organisasi untuk menjadikan diri relevan terhadap perkembangan jaman. Walaupun dalam penerapannya masih banyak masalah di sekitar manajemen perngatahuan namun konsep yang ditawarkan dapat dijadikan titik tolak bagi pustakawan untuk mengembangkan diri secara subtansial dalam meyediakan seluruh pelayanan informasi dan pengetahuan bagi organisasi.
















DAFTAR PUSTAKA



A.    BUKU

Davidson, Carl and Philip Voss (2003). Knowledge Management: An Introduction to creating competitive advantage from intellectual capital. New Delhi: Vision Books.

Kusdi, Budaya Organisasi. Jakarta: Salemba Empat, 2011.
L. Tobing,Paul.Konsep Knowledge Management, Konsep, Arsitektur dan Implementasi. Graha Ilmu, 2007.
P.Hobbins, Stephen dan Timothy  A. Judge, Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat,  2008.
Rivai, Vietzal dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Tjaraamadja, Jaan Hidayat, Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajaran. 2006.






[1]Carl Davidson and Philip Voss (2003). Knowledge Management: An Introduction to creating competitive advantage from intellectual capital. New Delhi: Vision Books.

[2]Paul L. Tobing, Konsep Knowledge Management, Konsep, Arsitektur dan Implementasi, Graha Ilmu, 2007.
[3]Tjaraamadja, Jaan Hidayat,Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajaran. 2006.
[4]https://id.m.wikipedia.org. Diakses tanggal 05 oktober 2016, pukul 21. 45 wita.

[5]Kusdi, Budaya Organisasi, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h. 56.

[6]Vietzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 373.

[7]Stephen P.Hobbins dan Timothy  A. Judge,Perilaku Organisasi, (Jakarta: Salemba Empat,  2008), h. 257.

Penusukan Syekh Al Jabir

  Penulis Kontributor Lampung, Tri Purna Jaya | Editor David Oliver Purba LAMPUNG   KOMPAS.com – Ulama dan pendakwah Syekh Ali Jaber meminta...