Sabtu, 13 Februari 2016

JOE ALLEN FACE PES 2013 BY SANI


ROBERT HUTH FACE PES 2013 BY SANI


HADITS ETIKA MAKAN BY SANI



Pendahuluan
Sesungguhnya Islam benar-benar menaruh perhatian yang sangat besar kepada manusia di dalam segala hal dan urusannya. Tidak ada satu hal pun, baik kecil maupun besar, melainkan telah dijelaskan oleh Islam. Islam pun mengajarkan apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang sebaiknya tidak dilakukan ketika makan dan minum.
Itulah makna sekilas tentang islam sebagai rahmatan lil Alamin. Karena Islam tidak hanya mengatur hal-hal yang berhubungan dengan ibadah formal, seperti shalat, zakat, puasa, haji, tetapi juga menaruh perhatian terhadap etika seorang muslim dalam melakukan aktifitas dan kegiatan sehari-hari, yang hal itu dapat kita ikuti dan ambil contoh dari sifat dan perilaku Nabi Muhammad saw termasuk didalamnya tentang etika pada saat beliau makan dan minum.
Makan dan Minum mungkin bagi sebagian orang hanya merupakan aktifitas sepele dan tidak perlu disangkutpautkan dengan aturan agama. Namun bagi seseorang yang ingin benar-benar mencontohi apa dan bagaimana Nabi makan dan minum, tentunya amatlah bijak bila kita yang mengaku sebagai pengikut dan umatnya, untuk terus dan istiqamah menjadikan beliau sebagai tauladan.
A.    TAKHRIJ HADIS
Takhrij al-hadist merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian hadis. Dalam bukunya Metodologi Penelitian Hadis Nabi, M. Syuhudi Ismail menjelaskan pengertian takhrīj al-hadīts adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matn dan sanad hadis.[1]
Hadis yang penulis takhrij di sini yaitu hadis tentang etika makan yakni membagi perut menjadi tiga bagian yang berbunyi:
عَنْ مِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ (رواه: الترمذي)
Dari Miqdam bin ma’dikariba sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah seorang anak Adam mengisi sesuatu yang lebih buruk dari perutnya sendiri, cukuplah bagi anak Adam beberapa suap yang dapat menegakkan tulang penggungnya, jikapun ingin berbuat lebih, maka sepertiga untuk makanan dan sepertiga untuk minum dan sepertiga lagi untuk nafasnya (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
Dalam melakukan takhrij hadis ini, penulis melacaknya dengan menggunakan kitab Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadits, sebuah kamus hadis karya A. J. Wensinck.
Setelah penulis melacak ke kitab-kitab hadis sebagimana petunjuk Mu’jam al-Mufahras tersebut, penulis pun menemukan hadis-hadis yang sesuai dengan hadis di atas, yaitu hadis yang menyatakan anjuran bersiwak sebelum shalat, walaupun ada beberapa redaksi lafal yang berbeda.
  1. Al-Tirmidzi
Terdapat didalam sunannya pada kitab al-Zuhd bab ma ja’a fi karahiyatu kasratu al-akli yang diriwayatkan dari Sahabat Miqdam.[2]
  1. Ibnu Majah
Terdapat didalam sunannya pada kitab al-‘Ath’imah bab al-Iqtishad fi al-Akli wa Karahatu al-Syab’i yang diriwayatkan dari Sahabat Miqdam.[3]

  1. Imam Ahmad
Terdapat didalam musnadnya pada kitab al-Syamiyin bab Hadits Miqdam al-Ma’di yang diriwayatkan dari Sahabat Miqdam.[4]
B.     I’TIBAR SANAD
Setelah melakukan takhij hadis, Hadis di atas bersumber dari seorang sahabat, yaitu Al-Miqdam, dengan 3 jalur periwayatan yang dirincikan sebagai berikut:
a.       Dalam sanad Ahmad terdapat 4 orang rawi, yaitu:
1.      Al-Miqdam (rawi ke-I)
2.      Yahya Ibn Jabir (rawi ke-II)
3.      Sulaiman Ibn Sulaim (rawi ke-III)
4.      Abu al-Mughirah (rawi ke-IV)
5.      Ahmad (mukharij)
b.      Dalam sanad al-Tirmidzi terdapat 7 orang rawi, yaitu:
1.      Al-Miqdam (rawi ke-I)
2.      Yahya Ibn Jabir (rawi ke-II)
3.      Sulaiman Ibn Sulaim (rawi ke-III)
4.      Habib Ibn Shalih (rawi ke-III, al-Tirmidzi mengambil dari 2 orang rawi)
5.      Isma’il Ibn ‘Ayyasy (rawi ke-IV)
6.      ‘Abdullah Ibn al-Mubarak (rawi ke-V)
7.      Suwaid Ibn Nashr (rawi ke-VI)
8.      Al-Tirmidzi (mukharij)





c.       Dalam sanad Ibn Majah terdapat 5 orang rawi, yaitu:
1.      Al-Miqdam (rawi ke-I)
2.      Jaddatu Muhammad Ibn Harb Al-Miqdam (rawi ke-II)
3.      Ummu Muhammad Ibn Harb (rawi ke-III)
4.      Muhammad Ibn Harb (rawi ke-IV)
5.      Hisyam Ibn ‘Abd Malik (rawi ke-V)
6.      Ibn Majah (mukharij)

C.    KRITIK SANAD
Setelah diketahui rawi hadis dari pemaparan di atas, maka langkah selanjutnya adalah kritik sanad. Penulis di sini fokus meneliti pada sanad utama, yaitu sanad dari jalur periwayatan al-Tirmidzi. Berikut dipaparkan identitas dan kredibilitas setiap rawi.
  1. Al-Tirmidzi[5]
Kategori
Keterangan
Nama
Lengkap
Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin al-Dahhak al-Sulami al-Tirmidzi
Kuniyah
Abu Isa
Laqab

Tempat dan Tanggal Lahir
-, 209 H-
Wafat
-, 279 H
Tempat Tinggal
Syam
Thabaqat
12 ( Tabi’ut Tabi’in kecil )
Guru
أبو جعفر الكوفى , أبو مصعب الزهرى ,   سويد بن نصر , أبو عثمان البصرى , أحمد بن عبدة الآملى
Murid
أحمد بن يوسف النسفى , أحمد بن على المقرىء , الربيع بن حيان الباهلى , محمود بن عنبر النسفى , الهيثم بن كليب الشاشى
Mukharij
Metode Periwayatan
Haddatsanâ
Penilaian ‘Ulama
Ibn Hajar al-Atsqalâni: Ahad Al-a’immah, Al-Dzahabî: Al-Hafidz
  1. Suwaid Ibn Nashr[6]
Kategori
Keterangan
Nama
Lengkap
Suwaid Ibn Nashr Ibn Suwaid
Kuniyah
Abu al-Fadhl
Laqab
Al-Syah
Tempat dan Tanggal Lahir
-, 150 H
Wafat
-, 24o H
Tempat Tinggal
Himsh
Thabaqat
10 (Tabi’ul Atba’ kalangan tua)
Guru
سفيان بن عيينة المكى, عبد الله بن المبارك, عبد الكبير بن دينار الصائغ, على بن الحسين بن واقد , أبى عصمة نوح بن أبى مريم
Murid
الترمذى, النسائى, أبو الحسن النيسابورى, أحمد بن جعفر المروزى, جعفر بن محمد الجوزى
Mukharij
Al-Tirmîzî, Al-Nasa’i
Metode Periwayatan
Haddatsana
Penilaian ‘Ulama
Al-Dzahabi: Tsiqah, Al-Nasa’i: Tsiqah, Ibn Hajar al-Atsqalâni: Tsiqah
  1. ‘Abdullah Ibn Al-Mubarak[7]
Kategori
Keterangan
Nama
Lengkap
‘Abdullah Ibn Al-Mubarak Ibn Wadhih
Kuniyah
Abu ‘Abd Al-Rahmân
Laqab
Al-Tamîmî
Tempat dan Tanggal Lahir
-, 118 H
Wafat
-, 181 H
Tempat Tinggal
Himash
Thabaqat
8 (Tabi’ut Tabi’in kalangan pertengahan)
Guru
أبان بن تغلب, إبراهيم بن سعد, إسماعيل بن عياش, جرير بن حازم, جعفر بن برقان
Murid
سويد بن نصر, سهل بن زياد القطان, بشر بن السرى, إبراهيم بن مجشر, أحمد بن جميل المروزى
Mukharij
Al-Tirmizi, Al-Nasa’i
Metode Periwayatan
Akhbarana
Penilaian ‘Ulama
Abu Hatim: Tsiqah Imam, Yahya Ibn Ma’in: Tsiqah Tsabat, Ahmad Ibn Hambal: Hafidz
  1. ‘Ismail Ibn ‘Ayyasy[8]
Kategori
Keterangan
Nama
Lengkap
Ismâ’il Ibn ‘Ayyâsy Ibn Sulaim
Kuniyah
Abu ‘Utbah
Laqab
Tempat dan Tanggal Lahir
-, –
Wafat
-, 181/182 H
Tempat Tinggal
Syam
Thabaqat
8 (Tabi’ut Tabi’in kalangan pertengahan)
Guru
حبيب بن صالح الطائى, سليمان بن سليم الكنانى, سفيان الثورى, سليمان الأعمش, سهيل بن أبى صالح
Murid
عبد الله بن المبارك, جعفر بن حميد الكوفى, حجاج بن محمد الأعور, الحسن بن حدان الرازى, داود بن رشيد
Mukhârij
Al-Tirmîzî, Al-Nasa’î, Al-Bukhârî, Abu Dâwud, Ibn Majah
Metode Periwayatan
Akhbarana
Penilaian ‘Ulama
Ibn Hajar al-Atsqalani: Shaduq, Al-Dzahabi: ‘Alim al-Syamiyyin, Ahmad Ibn Hambal: Husnu riwayatihi ‘an al-Syamiyyin

  1. Habib Ibn Shilih[9]
Kategori
Keterangan
Nama
Lengkap
Habib Ibn Shalih
Kuniyah
Abu Musa
Laqab
Tempat dan Tanggal Lahir
-, –
Wafat
-, 147 H
Tempat Tinggal
Syam
Thabaqat
7 ( Tabi’ut Tabi’in kalangan tua )
Guru
يحيى بن جابر, راشد بن سعد المقرائى, عمرو بن شعيب, محمد بن عباد, صالح الطائى
Murid
إسماعيل بن عياش,  بقية بن الوليد ,  حريز بن عثمان ,  صفوان بن عمرو ,  عبد العزيز بن حبيب بن صالح
Mukhârij
Al-Tirmizi, , Abu Dâwud, Ibn Majah
Metode Periwayatan
Haddatsanî
Penilaian ‘Ulama
Ibn Hajar al-Atsqalani: Tsiqah, Ibn Hibban: Disebutkan dalam al-Tsiqah,
  1. Sulaiman Ibn Sulaim[10]
Kategori
Keterangan
Nama
Lengkap
Sulaiman Ibn Sulaim
Kuniyah
Abu Salamah
Laqab
Tempat dan Tanggal Lahir
-, –
Wafat
-, 147 H
Tempat Tinggal
Syam
Thabaqat
7 ( Tabi’ut Tabi’in kalangan tua )
Guru
يحيى بن جابر, راشد بن سعد المقرائى, عمرو بن شعيب, محمد بن عباد, صالح الطائى
Murid
إسماعيل بن عياش,  بقية بن الوليد ,  حريز بن عثمان ,  صفوان بن عمرو ,  عبد العزيز بن حبيب بن صالح
Mukharij
Al-Tirmizi, , Abu Dâwud, Ibn Majah, Al-Nasa’i
Metode Periwayatan
Haddatsani
Penilaian ‘Ulama
Ibn Hajar al-Atsqalani: Tsiqah ‘Abid, Al-Dzahabi: Tsiqah,
  1. Yahya Ibn Jabir[11]
Kategori
Keterangan
Nama
Lengkap
Yahya Ibn Jabir Ibn Hasan
Kuniyah
Abu ‘Amru
Laqab
Tempat dan Tanggal Lahir
-, –
Wafat
-, (126 H)
Tempat Tinggal
Syam
Thabaqat
6 (Tabi’in)
Guru
المقدام بن معدى, حكيم بن معاوية, عبد الله بن حوالة, أبى سورة, جبير بن نفير
Murid
حبيب بن صالح, أبو سلمة سليمان بن سليم, صفوان بن عمرو, محمد بن الوليد الزبيدى, أبو راشد التنوخى
Mukharij
Al-Tirmizi, , Abu Daud, Ibn Majah, Al-Bukhari, Muslim, Al-Nasa’i
Metode Periwayatan
‘An
Penilaian ‘Ulama
Ibn Hajar al-Atsqalani: Tsiqah, Abu Hatim: Shalihul Hadits , Al-Dzahabi: Shaduq

Kategori
Keterangan
Nama
Lengkap
Al Miqdam Ibn Ma’diy Kariba
Kuniyah
Abu Karimah
Laqab
Al-kindi
Tempat dan Tanggal Lahir
-, –
Wafat
-, 87 H
Tempat Tinggal
Syam
Thabaqat
1 (Sahabat)
Guru
النبى صلى الله عليه وسلم, خالد بن الوليد, معاذ بن جبل, أبى أيوب الأنصارى
Murid
يحيى بن جابر الطائى, أبو عامر الهوزنى, عبد الرحمن بن عائذ, عامر الشعبى, الحسن بن جابر
Mukhârij
Al-Tirmîzî, , Abu Dâwud, Ibn Mâjah, Al-Bukhârî, , Al-Nasa’i
Metode Periwayatan
‘An
Penilaian ‘Ulama
Ibn Hajar al-Atsqalani: Sahabat Terkenal, Al-Dzahabi: Sahabat

Dari pemaparan diatas bahwa sanad hadis yang terdapat dalam kitab Sunan al-Tirmidzi ini adalah muttashil mulai dari sanad awal (Nabi) sampai sanad terakhir/mukharrij yang dalam hal ini adalah al-Tirmidzi. Ketersambungan sanad ini dapat dilihat dari adanya hubungan murid dan guru antara seorang rawi den sebelum ataupun sesudahnya. Di samping itu juga karena hidup semasa atau kesesuaian thabaqah di antara para rawi walaupun ada yang agak jauh, namun bisa diketahui keabsahannya lewat tahun lahir dan wafat rawi yang bersangkutan. Seperti antara Al-Miqdam thabaqat 1 dan Yahya Ibn Jabir thabaqah 6. Dari tahun lahir dan wafatnya bisa dibenarkan pertemuan mereka.[12]
Kemudian jika dilihat metode periwayatan yang digunakan setiap rawi dalam sanad al-Tirmidzi ini ada lima ungkapan, yaitu akhbarana, haddatsana, dan ‘an, haddatsani, dan sami’tu. Perbedaan ungkapan ini menunjukkan adanya perbedaan metode periwayatan hadis yang dipakai setiap rawi. Dalam sanad al-Tirmidzi ini memang ada ditemukan ungkapan ‘an, bahkan terjadi di sanad-sanad awal, yaitu dari Al-Miqdam dan Yahya Ibn Jabir. Hal ini ada kemungkinan terjadi keterputusan sanad. Tetapi kemungkinan itu tetutupi karena adanya pertemuan antara rawi rawi tersebut yang dilihat dari tahun lahir dan wafatnya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sanad dari jalur al-Tirmidzi ini berstatus muttasil[13] atau tidak terputus. Kemudian jika dilihat dari skema sanad, hadits tersebut terhindar dari syudzud dan illat. Bahkan bisa disebut sebagai hadis musnad karena selain muttashil, ia juga marfu’ (disandarkan kepada Nabi).[14]
Adapun masalah kredibilitas para rawi, penulis di sini mengutip penilaian dua orang kritikus hadis, yaitu Ibn Hajar al-‘Asqalani[15] dan a-Dzahabi[16]. Penilaian mereka terhadap para rawi dalam sanad al-Tirmidzi ini hampir keseluruhan dinilai tsiqah, namun ada dua rawi yang dinilai shaduq yaitu Yahya Ibn Jabir dan Sulaiman Ibn ‘Ayyasy. Walaupun demikian hal tersebut menunjukkan bahwa riwayat mereka tetap dapat diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sanad dari jalur al-Tirmidzi ini berstatus hasan li dzatihi karena terpenuhi syarat-syarat shahihnya sanad yaitu ketersambungan sanad dan kredibilitas rawi (rawi adil dan dhabith) namun ke dhabith-annya kurang karena ada râwi yang dinilai shadûq.[17]
  1. Kritik Matn
Setelah mengetahui keadaan sanad hadis diatas, maka selanjutnya adalah meneliti matn-nya, karena penelitian sanad dan matn sama pentingnya untuk mengetahui kehujjahan sebuah hadis. Penelitian matn tidak ada manfaatnya sebelum diketahui sanad sebuah hadis. Dalam hal ini, para ulama hadis mensyaratkan sanad hadis yang matn-nya mau diteliti harus berstatus shahih, atau minimal yang tidak berat ke-dha’ifan-nya.[18] Penelitian matn merupakan langkah untuk menetukan keshahihan sebuah hadis, karena syarat-syarat shahihnya sebuah hadis, selain sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh orang yang ‘adl dan dhābith, juga tak boleh ada ‘illah dan syādz sebagaimana yang dijelaskan oleh Mahmūd al-Thahhān dalam bukunya Taysīr Mushthalah al-Hadīts. ‘Illah yaitu sebab yang tersembunyi, secara dzāhir hadis itu tidak bermasalah, namun setelah diteliti ternyata ada cacatnya. Adapun syādz adalah menyalahi periwayatan yang lebih tsiqah.[19]
Dalam penelitian matn, Syuhudi Ismail mengutip pendapat al-Adabī, menyatakan bahwa tolak ukur kritik matn adalah matn hadis tersebut tidak bertentangan dengan petunjuk Alquran, tidak betentangan dengan hadis yang lebih kuat, tidak beretentangan dengan akal sehat, indera, dan sejarah, serta susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.[20] Selanjutnya dia menyebutkan tiga langkah metodologis dalam penelitian matn; pertama, meneliti matn dengan melihat kualitas sanad-nya; kedua, meneliti susunan lafal berbagai matn yang semakna; ketiga, meneliti kandungan matn (kesesuaiannya dengan dalil-dalil yang sahih sebagaimana yang dijelaskan dalam tolak ukur kritik matn tersebut).[21]
Langkah yang pertama telah penulis lakukan sebelumnya dan hasilnya menunjukkan bahwa sanad hadis pada jalur al-Tirmidzi ini adalah berstatus hasan li dzatihi. Untuk langkah kedua, hadis ini diriwayatkan secara makna, karena dari sekian jalur yang ada, ada lafal yang berbeda dengan jalur lain. Akan tetapi perbedaan itu tidaklah mengakibatkan perbedaan makna yang fatal (bertolak belakang) misalnya yang satu mewajibkan sedang yang lain mengharamkan.
Adapun untuk langkah ketiga, meneliti kandungan matn. Dalam hal ini penulis menemukan adanya hubungan matn hadis dengan dalil-dalil yang sahih, yakni surah Thaha ayat 81 yang melarang untuk makan berlebihan.
#qè=ä. `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB öNä3»oYø%yu Ÿwur (#öqtóôÜs? ÏmŠÏù ¨@Åsusù ö/ä3øn=tæ ÓÉ<ŸÒxî ( `tBur ö@Î=øts Ïmøn=tã ÓÉ<ŸÒxî ôs)sù 3uqyd ÇÑÊÈ  
Artinya: “Makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan Barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, Maka Sesungguhnya binasalah ia.”
Menurut penulis, ayat diatas memiliki kesamaan makna dan sangat mendukung hadis tentang etika makan yakni membagi perut menjadi tiga bagian.
Berdasarkan hadis diatas, bahwasanya Nabi memerintahkan kita untuk makan yang cukup dan tidak memenuhi seluruh perut kita dengan makanan. Tetapi dibagi menjadi tiga bagian, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air, dan sepertiga untuk udara.
Sebagai ilustrasi, jika sebuah blender yang diisi penuh sampai ke atas dan kemudian mesinnya di hidupkan, maka blender itu bisa pecah atau rusak. Perut manusia bukan blender, tetapi sebagai penghalus, berfungsi juga sebagai pemecah, pencampur, dan pengolah makanan, segalanya menjadi satu.
Pembatasan makanan tidak berarti anjuran untuk menahan lapar terus menerus yang membuat orang lapar. kita diajarkan untuk makan setelah lapar, dan berhenti sebelum kenyang.
Dengan demikian , Islam telah mengajarkan pola makan yang seimbang. Pola makan yang berlebihan merupakan sesuatu yang dilarang oleh Allah. Telah terbukti dalam literatur kesehatan bahwa makanan yang berlebihan merupakan dasar dari berbagai penyakit. Kelebihan makanan dapat membuat obesitas yang menambah resiko berbagai penyakit seperti diabetes, hipertensi, jantung, dan lain-lain.[22] Untuk menjaga agar terbiasa tidak makan berlebihan, islam juga mengatur puasa wajib di bilan ramadan dan puasa sunat di hari lainnya.
Dengan demikian, penulis berkesimpulan bahwa hadis tentang etika makan yakni membagi perut menjadi tiga bagian yang tedapat dalam jalur al-Tirmidzî ini, yang bersumber dari sahabat al-Miqdam dari segi matn adalah shahih. Karena telah memenuhi syarat-syarat ke-shahihan matn sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
Kesimpulan
Setelah melakukan penelaahan terhadap sanad dan matn hadis tentang etika makan yakni membagi perut menjadi tiga bagian yang tedapat dalam jalur al-Tirmidzi ini, maka dapat dinyatakan bahwa hadis ini memiliki sanad hasan dan matn yang shahih. Hasan-nya sanad didasarkan pada ketsiqahan hampir keseluruhan para rawinya karena sebagian dinilai shâduq dan ketersambungan sanad antara satu rawi dengan rawi sebelum atau sesudahnya. Sedangkan ke-shahih-an matn-nya kerena kesesuaian substansi/kandungan hadisnya dengan dalil-dalil yang shahih baik Alquran maupun hadis, tidak bertentangan dengan akal sehat, indera, dan sejarah, karena dalam sejarahnya, Nabi dan umat Islam telah mengamalkannya sejak masa Nabi saw., serta susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.
Penilaian ini belumlah sempurna, karena yang penulis telaah sanad-nya hanya satu jalur yaitu jalur al-Tirmidzi. Jadi bukan pada kesimpulan akhir dan masih perlu diteliti lebih dalam.









DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman dan Elan Sumarna, Metode Kritik Hadis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
al-‘Asqalani, Syihab al-Din Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajr, Tahdzib al-Tahdzib,t.tp: Al-Ma’arif Al-Nazhamiyah, 1326 H Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi,Jakrta: Bulan Bintang, 2007.
Al-Dîn, Ala, Ikmal Al-Tahdzib Al-Kamal Fi Al-Asma Al-Rijal, t.t: t.p, 2001.
al-Shiddieqy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009
Al-Syaibany, Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad, Musnad Ahmad, Beirut: Dar al-Turats al-Arabi, 1993.
al-Thahhan, Mahmūd, Taysir Mushthalah al-Hadits, Jeddah: Haramain, t.th.,
al-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin al-Dahhak al-Sulami, Sunan al-Tirmizi, Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, t.th
al-Qazwiniy,Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid Ibn Majah al-Rubay’iy, Sunan Ibnu Majah, Beirut: Dar al-Turats al-Arabi, t.th.
Hasan,Aliah B. Purwakania, Pengantar Psikologi Kesehatan Islami, Jakarta: Raja Grafindo persada, 2008.
Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakrta: Bulan Bintang, 2007.
Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, 2009.
Wensinck, A. J., Concordance et Indices de la Tradition Musulmane, terj. dan tahqiq, Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras li Alfadh al-Hadīts al-Nabawi, Leiden: Brill, 1926.


[1]M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakrta: Bulan Bintang, 2007), cet. II, h. 41.
[2] Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin al-Dahhak al-Sulami al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmizi (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif), h. 535.

[3]Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid Ibn Majah al-Rubay’iy al-Qazwiniy, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar al-Turats al-Arabi) Volume II, h. 1453.

[4]Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Asy-Syaibany, Musnad Ahmad (Beirut: Dar al-Turats al-Arabi, 1993) Volume V, h.117.
[5] Syihab al-Din Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajr al-‘Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib, (t.tp: Al-Ma’arif Al-Nazhamiyah, 1326 H) volume IX, h. 387.
[6] Ibid., h. 349.
[7] Ibid, volume V, h. 382 dan Alâ Al-Dîn, Ikmâl Al-Tahdzîb Al-Kamâl Fi Al-Asmâ Al-Rijâl (t.t: t.p, 2001 M) volume VIII, h. 153.
[8] Ibid., h. 60.
[9] Ibid, h. 186
[10] Ibid, h. 195
[11] Alâ Al-Dîn, Ikmâl Al-Tahdzîb Al-Kamâl Fi Al-Asmâ Al-Rijâl, op.cit., h. 292.
[12] Syihab al-Din Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajr al-‘Asqalani, Tahdzīb al-Tahdzib,(t.tp: Al-Ma’arif Al-Nazhâmiyah, 1326 H) volume XI, h. 191, volume VI, h. 154, volume XII, h. 390.
               
[13] Muttashil adalah sebutan untuk hadis yang besambung sanadnya, baik sampai kepada Nabi (marfū’), atau sampai pada sahabat (mauqūf), ataupun sampai pada tabi’īn saja (maqthu’). Lihat: Hasbi al-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. II, h. 169

[14] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2009), h.234.

[15] Nama lengkapnya adalah Abū al-Fadhl Ahmad ibn ‘Alī ibn Muhammad ibn ibn Muhammad ibn ‘Alī ibn Ahmad al-Kinanī al-‘Asqalānī al-Qahirī al-Syāfi’ī. Ia dikenal dengan Ibn Hajar. Seorang hāfizh besar dalam bidang hadis di kalangan mutaakhirīn. Lahir pada bulan Sya’bān 773 H. dan wafat pada bulan Dzū al-Hijjah 852 H. Lihat: al-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h. 272.
[16] Nama lengkapnya adalah Abū ‘Abd Allāh Muhammad ibn ‘Utsmān al-Dzahabī, seorang hāfizh besar, ahli hadits di bidang rijāl dan ‘ilal. Lahir pada bulan Rabi’ al-Awwāl 673 H. dan wafat pada tahun 748 H. Lihat: al-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h. 266.

[17] M. Abdurrahman dan Elan Sumarna, Metode Kritik Hadis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) h. 208-209.

[18] Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis, h. 114-115.

[19] Mahmūd al-Thahhan, Taysir Mushthalah al-Hadits, (Jeddah: Haramain, t.th.), h. 34-35.

[20]Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis,op.cit., h. 120.
[21]Ibid., h.113.
[22] Aliah B. Purwakania Hasan, Pengantar Psikologi Kesehatan Islami,( Jakarta: Raja Grafindo persada, 2008), hlm.180.

Penusukan Syekh Al Jabir

  Penulis Kontributor Lampung, Tri Purna Jaya | Editor David Oliver Purba LAMPUNG   KOMPAS.com – Ulama dan pendakwah Syekh Ali Jaber meminta...