Jumat, 19 Juni 2015

Makalah Manajemen Risiko By Sani



2 Manajemen Risiko
            Risiko merupakan bahaya, maksudnya risiko adalah acaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.[1]
            Risiko juga merupakan peluang, maksudnya risiko adalah sisi yang berlawanan dari peluang untuk mencapai tujuan. Guna mempertahankan eksistensi kehidupan, maka diperlukan suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan, diperlukan tindakan atau aktivitas. Aktivitas memiliki risiko jika dampaknya berlawanan. Sebaliknya, aktivitas memberikan peuang untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
            Sebagai contoh, untuk bekerja, terdapat risiko hilangnya waktu senggang, gangguan kesahatan, serta kemungkinan dipecat. Apakah dengan adanya risiko tersebut seseorang memutuskan untuk tidak bekerja?. Pilihan untuk tidak bekerja tentu tidak memiliki konsekuensi yang tidak sama dengan pilihan untuk bekerja. Dengan tidak bekerja, seseorang tidak akan memeperoleh keuntungan financial, karier, dan prestise. Namun, tidak bekerja belum tentu menghindarkannya dari risiko hilangnya waktu senggang dan gangguan kesehatan. Bahkan tidak bekerja dapat menimbulkan risiko tambahan seperti rendah diri dan depresi.[2]
            Risiko merupakan kata yang sudah kita dengan hampir setiap hari. Biasanya kata tersebut mempunyai konotasi yang negatif, sesuatu yang tidak kita sukai, sesuatu yang ingi kita hindari. Sebagai contoh, jika kita berjalan keluar dengan mengunakan mobil, maka ada risiko mobil kita bertabrakan dengan mobil lainnya (kejadian yang tidak kita inginkan). Jika kita mempunyai saham yang kita pegang turun nilainya, sehingga tidak memperoleh keuntungan (kejadian yang tidak kita harapkan).
            Risiko merupakan bahaya artinya risiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.[3]
            Risiko didefinisikan sebagai konsekuensi atas pilihan yang mengandung ketidakpastian yang berpotensi mengakibatkan hasil yang tidak diharapkan atau dampak negatif lainnya yang merugikan bagi pengambil keputusan.[4]
            Risiko di awali dengan adanya ketidaksempurnaan informasi atas berbagai aspek dalam proses pengambilan keputusan dan hasilnya. Sehingga, dikatakan bahwa “risk comes from not knowing what you are doing” ketidaksempurnaan informasi akan mendatangkan ketidakpastian. Bahkan, ketidakpastian itu sendiri melekat pada hidup dan kehidupan kita di dunia. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi esok. Bukan hanya masalah untung atau rugi di dunia, bahkan kepastian apakah akan masuk surga sebagai puncak keberuntungan manusia atau masuk neraka sebagai puncak kerugianpun juga tidak ada yang tahu. Tidak ada jaminan bahwa usaha (ikhtiar) pasti selalu mendatangkan keuntungan. Pasti ada setelah terjadi. Ketika belum terjadi, yang ada adalah takdir Allah Swt, hanya Allah Swt semata yang mengetahui apa yang akan terjadi besok. Setiap manusia harus menyadari bahwa risiko dan ketidakpastian yang menyebabkan terjadinya risiko adalah bagian dari rahasia Allah Ta’ala.[5]
            Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menentukan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses.
            Hubungan antara risiko dan hasil secara alami berkorelasi secara linier negatif. Semakin tinggi hasil yang diharapkan, dibutuhkan risiko semakin besar untuk di hadapi. Untuk itu, diperlukan upaya yang serius agar hubungan tersebut menjadi kabikannya, yaitu aktivitas yang meningkatkan hasil pada saat risiko menurun. Manajemen risiko diperlukan untuk:[6]
a.       Mendukung pencapaian tujuan.
b.      Memungkinkan untuk melakukan aktifitas yang memberikan peluang yang jauh lebih tinggi dengan mengambil risiko yang lebih tinggi.
c.       Mengurangi kemungkinan kesalahan fatal.
d.      Menyadari bahwa risiko dapat terjadi pada setiap aktivitas dan tingkatan dalam organisasi sehingga setiap individu harus mengambil dan mengelola risiko masin-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
            Manajemen risiko dalam pandangan Islam adalah risiko sebagai fitrah bisnis. Islam merupakan agama fitrah yang komplit dan menyeluruh. Oleh karenan itu tidak ada satu pun urusan fitrah manusia yang luput dari perhatian syariat Islam.
            Tidak ada sesuatu pun, dalam urusan dunia maupun akhirat, kecuali Islam telah menjelaskan perkaranya dalam Al-Qur’an Surah Al-An’am Ayat 38:
$tBur `ÏB 7p­/!#yŠ Îû ÇÚöF{$# Ÿwur 9ŽÈµ¯»sÛ çŽÏÜtƒ Ïmøym$oYpg¿2 HwÎ) íNtBé& Nä3ä9$sVøBr& 4 $¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« 4 ¢OèO 4n<Î) öNÍkÍh5u šcrçŽ|³øtä ÇÌÑÈ  
Artinya:
            “Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”(Q.S. Al-An’am Ayat 38)[7]
            Dari ayat di atas dapat dsimpulkan bahwa Islam adalah din dan syariat yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Ta’ala, hubungan manusia dengan pribadinya sendiri, keluarganya, dan sesama manusia dalam bentuk muamalah (sosial) demi kemaslahtan hidup mereka. Oleh karena itu, Islam merupakan agama yang lengkap dan sempurna mengatur segala aspek kehidupan manusia.
            Kegiatan perniagaan (bisnis) merupakan salah satu fitrah dari manusia karena dengan berniaga manusia dapat memenuhi berbagai keperluannya. Setiap bisnis berniaga manusia dapat memenuhi berbagai keperluannya. Setiap bisnis yang dijalankan oleh manusia pasti akan menimbulkan dua konsekuensi di masa depan, yaitu keuntungan dan kerugian. Keduanya merupakan dua hal yang tidak terpisahkan dari kegiatan bisnis. Tidak ada satu pun yang bisa menjamin bahwa bisnis yang dijalankan oleh seseorang akan mengalami keuntungan atau kerugian di masa depan. Dengan demikian. Risiko itu sendiri merupakan fitrah yang senantiasa melekat dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya, Islam tidak mengenal adanya transaksi bisnis yang bebas risiko.
            Para ulama telah bersepakat bahwa terdapat dua kaidah penting yang harus diperhatikan dalam menjalankan bisnis dan setiap transaksi usaha, yaitu kaidah al-kharaj bidh dhaman (pendapat adalah imbalan atas tanggungan yang diambil) dan ghunmu bil ghurmi (keuntungan adalah imbalan atas sepian menanggung kerugian). Kedua kaidah tersebut bersumber dari hadis Nabi SAW yang berbunyi:
عَنْ عَا ىِٔشَةَ اَنَّ الَنَّبِيَّ صَلَى اللّٰةُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَ أَنَّ الْخَراَجَ بِالضَّمَانَ

Artinya:
            “Dari Aisyah bahwa Nabi Muhammad SAW, bahwasanya penghasilan itu dengan tanggungan”. (H.R Syafi’i, Ahmad, al-Arba’ah Ibnu Hibban).[8]
            Diriwayatkan oleh abu dawud dari aisyah bahwa seseorang laki-laki membeli budak, dan  budak itu tinggal bersamanya pada masa yang Allah Swt. Kehendaki tinggal bersamanya, sehingga kemudian ia mendapatkan aib pada budak tersebut, lalu ia memperkarakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Dan Rasulullah pun mengembalikan budak itu kepada penjualnya. ‘’Sang penjual berkata: “Wahai Rasulullah, budak itu sudah dipergunakan”. Rasulullah SAW. Bersabda: “Penghasilan itu dengan tanggungan”.
            Maksud dari kedua kaidah tersebut adalah orang yang berhak mendapatkan keuntungan ialah orang yang punya kewajiban menanggug kerugian. Keuntungan merupakan kompensasi yang pantas atas kesediaan seseorang menanggung potensi kerugian. Seorang pedagang berhak mengambil keuntungan atas barang yang dijualnya karena ia telah menanggung seluruh risiko terkait barang dagangannya  (kerusakan barang sebelum terjual, kehilangan barang dagang, tidak laku, dan lain sebagainya).
            Risiko pembiyaan muncul akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi labilitas kepada bank syariah sesuai kontrak. Risiko ini disebut juag risiko gagal bayar (default risk), risiko pembiayaan (financing risk), risiko rating (downgrading risk), dan risiko penyelesaian (settlement risk). Termasuk dalam risiko pembiayaan yaitu risiko konsentrasi pembiayaan.
            Risiko konsentrasi timbul akibat terkonsentrasinya penyaluran dana kepada satu pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, dan/atau area geografis tertentu yang berpontensi menimbulkan kerugian cukup besar dan dapat mengancam kelangsungan bisnis bank syariah. Risiko konsentrasi ini terkait dengan strategi diversifikasi dalam pengelolaan portofolio pembiayaan bank syariah. Ukuran terkonsentrasinya portofolio bukan hanya pada jumlah debitur yang di biayai. Namun lebih pada tingkat korelasi di antaranya debitur dalam portofolio tersebut.[9]



                [1] Ferry N. Idroes, Manajemen Risko Perbankan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 4.

                [2] Ibid., h. 6.
                [3] Ibid., h. 5.
                [4] Ibid.
                [5] Mamduh, Manajemen Risiko, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006), h. 1.

                [6] Ibid., h. 5.
                [7] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Diponegoro, 2005), h. 36.

                [8] Mardani, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 189.

                [9] Imam Wahyudi, Manajemen Risiko Bank Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), h. 14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penusukan Syekh Al Jabir

  Penulis Kontributor Lampung, Tri Purna Jaya | Editor David Oliver Purba LAMPUNG   KOMPAS.com – Ulama dan pendakwah Syekh Ali Jaber meminta...