Oleh:
Kursani
1502531551
Muhammad Hasbi
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI ANTASARI
P
A S C A S A R J A N A
BANJARMASIN
2016
PEMBAHASAN
Studi pengetahuan telah
menjadi pusat perhatian di kalangan filsuf sejak
Plato dan Aristoteles (Nonaka & Takeuchi, 1995). Di antara teori manajemen
awal,
Frederick Taylor menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari pemeriksaan dan
mempelajari panduanbekerja dalam konsep tentang manajemen ilmiah, yang
menekankan produktivitaspekerja manual (Drucker, 1999). Dalam pendekatan
Taylor, manajer yang bertanggung jawab untukmerancang pekerjaan atau tugas
untuk mencapai efisiensi dan produktivitas tertinggi (Wren,2005).
Inovasi dan
juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat saat ini
menjadi salah satu kunci pening untuk organisasi atau perusahaan. Persiangan
yang semakin berat maka perlu adanya perubahan paradigma yang bertumpu pada
bidang ilmu pengetahuan tertentu. Disinilah peran pendidikan dan knowledge
sharing dikalangan karyawan menjadi sangat penting dalam meningkatkan
kemampuan manusia untuk berpikir secara logika yang akan menghasilkan suatu
bentuk inovasi.Kemajuan teknologi informasi menjanjikan kemudahan dalam
manajemen pengetahuan (knowledge
management) terutama bagi lembaga dalam bidang pengelolaan informasi secara
elektronis.
Knowldege management menjadi
bidang yang penting dalam proses pembelajaran sebuah organisasi. Pengetahuan
yang dimiliki oleh organisasi harus mampu memberikan kemajuan bagi organisasi
itu sendiri. Agar organisasi dapat bertahan hidup, maka diwajibkan agar setiap
orang yang ada di dalam organisasi sharing penge-tahuan. Untuk itu dibutuhkan
manajemen yang kuat agar pengetahuan tersebut mengakar di setiap individu dalam
organisasi dan tidak hilang begitu saja dengan didukung infrastruktur untuk
penyebaran informasi di lingkungan organisasi.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Knowledge Management
Knowledge management adalah suatu
disiplin yang memperlakukan modal intelektual sebagai asset sehingga sangat
terkait dengan bentuk pengetahuan yang akan dikelola (davenport,2000). Menurut
Carl Davidson dan Philip Voss (2003), mengatakan bahwa mengelola knowledge
sebenarnya merupakan bagaimana organisasi mengelola staf, sebenarnya menurut
mereka bahwa knowledge management adalah bagaimana orang-orang dari berbagai
tempat yang berbeda mulai saling bicara, yang sekarang populer dengan label learning organization.
Laudon (2002), manajemen pengetahuan
berfungsi meningkatkan kemampuan organisasi untuk belajar dari lingkungannya
dan menggabungkan pengetahuan dalam suatu organisasi untuk menciptakan,
mengumpulkan, memelihara, dan mendiseminasikan pengetahuan organisasi tersebut.
Tiwana (2002) ada tiga proses dasar knowledge
management :
1. Akuisisi
pengetahuan (knowledge acquisition),
adalah proses mengembangkan dan menciptakan pengetahuan, keahlian dan
keterkaitan antar pengetahuan
2. Berbagi
pengetahuan (knowledge sharing),
adalah menyebarkan dan menyajikan pengetahuan yang sudah ada
3. Penggunaan
pengetahuan (knowledge utilization)
adalah utilisasi pengetahuan dalam organisasi.
Faktor indikasi yang dapat digunakan
untuk mengetahui apakah sebuah perusahaan siap melaksanakan penerapan Knowledge Management adalah sebagai
berikut :
1. Scanning Imperative, yaitu menemukan hal penting yang
harus ada dalam perusahaan
2. Corportae Culture, budaya perusahaan yang mendukung
kegiatan knowledge sharing
3. Begin with what you know, melakukan
evaluasi atas apa yang sudah dimiliki perusahaan dan kemudian
meningkatkannya sebelum melakukan yang baru.
Siklus Manajemen Pengetahuan
Menurut Lawson (2003, hal.
10), "Manajemen Pengetahuan adalah Proses yang berkelanjutan dan menjadi lilitan
yang luas karena semakin banyak
pengetahuan yang ditambahkan dan dikelola dari waktu ke waktu. "Proses peningkatan pengetahuan
yang terus menerus ini disebut sebagai siklus
manajemen pengetahuan.
Lawson (2003) menggabungkan proses yang digunakan oleh
Wiig (1993), Parikh (2001), dan Horwitch dan ARMACOST (2002) untuk
menggambarkan siklus manajemen pengetahuan. Penelitian ini mengikuti Lawson
(2003) dengan menggunakan enam proses penciptaan, penangkapan, organisasi,
penyimpanan, penyebaran, dan aplikasi untuk menggambarkan siklus manajemen
pengetahuan.
B.
Pengertian
Kultur Organisasi
Kultur
organisasi adalah sebuah sistem makna yang dianut oleh para anggota yang
membedakan suatu organisasi dari organisasi lainnya. Kultur adalah sebuah
istilah deskriptif dan berbeda dengan konsep kepuasan kerja berusahan mengukur
respon efektif terhadap lingkungan kerja.
Ada beberapa definisi kultur organisasi menurut para
ahli diantaranya:
1.
Ellios jaques,
kultur organisasi adalah cara berpikir dan berbuat yang menjadi kebiasaan atau
tradisi yang sedikit banyak dimiliki
oleh semua anggota, harus dipelajari oleh anggota-anggota baru, dan setidaknya
harus menerimanya secara parsial untuk
dapat diterima sebagai bagian dari
organisasi.
2.
Andrew pettirew,
kultur adalah sebuah system makna yang secara kolektif dan terbuka disepakati
untuk berlaku pada suatu kelompok pada waktu tertentu.
3.
Meryl Reis
Louis, organisasi-organisasi adalah
lingkunag yang membawa kultur, yang berarti unit-unit social tersendiri yang
membawa seperangkat pemahaman, bersama
untuk mengorganisasi tindakan.Mislanya apa yang kita lakukan bersama dalam
kelompok ini adalah cara-cara berperilaku
yang sesuai dalam kelompok dan sesame anggota.
4.
Caren siehl dan
Joanne martin, kultur organisasi dapat dibayangkan sebagai lem yang merekat organisasi menjadi
satu kesatuan melalui suatu kebersamaan dalam hal pola-pola makna. Kultur
terfokus pada nilai, keyakinan-keyakinan, dan harapan-harapan yang dimliki bersama para anggota.
Menurut luthans budaya organisasi adalah
norma-norma dan nilai-nilai yang
mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota organisasi akan berperilaku sesuai dengan
budaya yang berlaku agar diterima oleh lingkungannya.
Sarplin mendefinisikan budaya organisasi
merupakan suatu system nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam ssuatu organisasi
yang saling berinteraksi dengan struktur system formalnya untuk menghasilkan
norma-norma perilaku organisasi
Schein mendefinisikan budaya organisasi
sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi
dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu.
Dari sejumlah pengertian diatas,
terlihat bahwa budaya organisasi memiliki peran yang sangat strategis untuk
mendorong dan meningkatkan efektifitas kerja organisasi, khususnya kinerja
manajemen dalam jangka pendek maupun panjang.
Budaya organisasi adalah bagaimana
organisasi belajar berhubungan dengan lingkungan yang merupakan penggabungan
dari asumsi , perilaku, cerita, mitos, ide, metafora, dan ide lain untuk menentukan apa arti bekerja dalam suatu
organisasi.
·
Budaya mempunyai
suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptkan perbedaan
yang jelas antara satunorganisasi dengan
organisasi yang lain.
·
Budaya
memberikan identitas bagi anggota
organisasi
·
Budaya
mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas
dan pada kepentingan individu.
·
Budaya itu
meningkatkan kemantapan sisttemsosial.
Budaya
sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap
dan dan perilaku
Ada tujuh karakteristik utama secara
keseluruhan merupakan hakikat kultur
sebuah organisaasi:
1.
Inovasi dan
keberanian mengambil resiko, sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap
inovatif dan berani mengambil resiko.
2.
Perhatian pada
hal-hal yang rinci, sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi,
analisis, dan perhatian pada hal-hal yang detail.
3.
Orientasi hasil,
sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses
yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut
4.
Orientasi
orang, sejauh mana
keputusan-keputusan manajemen
mempertimbangkan efek dari hasil tersebut
atas orang yang ada dalam
organisasi
5.
Orientasi tim,
sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasai ketimbangpada
individu-individu.
6.
Keagresifan,
sejauh mana orang bersikap agresif dan
kompetitif ketimbang santai.
7.
Stabilitas,
sejauh mana bkegiatan-kegiatan organisasi dipertahankan.
C. Penilaian Budaya Organisasi
1. Tingkat Analisis Budaya Menurut Schein
Menurut Schein (2004),
peneliti dapat menganalisis budaya di beberapa tingkatan. Tingkat analisis
mengacu pada tingkat visibilitas fenomena budaya. Schein mencatat bahwa bagian
dari kebingungan dalam literatur budaya adalah bahwa peneliti gagal untuk menentukan
tingkat budaya yang mereka teliti.
Tingkat analisis budaya diasumsikan oleh Schein
(2004) meliputi artefak, didukung keyakinan dan nilai-nilai, dan asumsi-asumsi
yang mendasari. Schein menegaskan bahwa artefak termasuk fenomena tingkat
permukaan seperti struktur organisasi dan proses yang satu dapat dengan mudah diamati.
Schein (2004, p. 30)
menggunakan istilah "asumsi dasar" untuk menggambarkan tingkat
terdalam dari budaya. Menurut Schein, asumsi dasar diambil untuk kepercayaan
yang diberikan, persepsi, dan perasaan yang tetap sadar kepada anggota. Dia
mencatat bahwa asumsi dasar menjadi begitu berakar dalam alam bawah sadar dari
kelompok yang menyimpang dari mereka tampaknya tak terbayangkan kepada anggota
kelompok. Schein merekomendasikan analisis asumsi yang mendasari
kelompok untuk memperoleh pemahaman terdalam dari budaya dan prediktabilitas
terbesar perilaku masa depan. Schein (2004, hal. 36) menulis, "esensi dari
budaya terletak pada pola asumsi yang mendasari, dan sekali seseorang mengerti
mereka, orang dapat dengan mudah memahami tingkat permukaan yang lebih dan penanganan tepat dengan mereka.
2. Denison Model
Daniel Denison, Bill Neale,
dan rekan-rekan mereka mengembangkan model Denison untuk mendiagnosa budaya
organisasi dan menentukan hubungannya dengan efektivitas organisasi (Denison,
1984, 1990, 1996; Denison & Mishra, 1995; Fey & Denison, 2003;
Gillespie, Denison, Haaland , Smerek, & Neale, 2008).
Model Denison menggambarkan
budaya organisasi dengan empat ciri: kemampuan
beradaptasi, misi, keterlibatan, dan konsistensi. Adaptasi dan misi menandakan
orientasi eksternal. Keterlibatan dan konsistensi yang terkait dengan orientasi
internal. Adaptasi dan keterlibatan mengungkapkan orientasi fleksibel. Misi dan
konsistensi menekankan orientasi yang
stabil(Denison & Mishra,1995).
Menurut Yilmaz dan Ergun
(2008), Model Denison konsisten denganSchein
(2004) dalam membangun pentingnya keyakinan dan asumsi; Namun, model Denison
membandingkan organisasi dengan mengukur nilai tingkat permukaan. Meskipun Denison
menganggap keyakinan dan asumsi sebagai bentuk terdalam dari budaya, ia
mengerti bahwa peneliti tidak dapat dengan mudah mengukur mereka (Fey &
Denison, 2003; Yilmaz & Ergun, 2008). Para peneliti mempertimbangkan
pengukuran keyakinan dan nilai lebih mudah daripada asumsi dan lebih dapat
diandalkan dibandingkan artefak (Yilmaz & Ergun, 2008).
KESIMPULAN
Manajemen
pengetahuan dapat membuat suatu perubahan yang berfokus pada pengembangan dan
penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas
suatu organisasi. Manajemen pengetahuan memberikan suatu peluang untuk
professional informasi pada organisasi untuk menjadikan diri relevan terhadap
perkembangan jaman. Walaupun dalam penerapannya masih banyak masalah di sekitar
manajemen perngatahuan namun konsep yang ditawarkan dapat dijadikan titik tolak
bagi pustakawan untuk mengembangkan diri secara subtansial dalam meyediakan
seluruh pelayanan informasi dan pengetahuan bagi organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
A.
BUKU
L.
Tobing,Paul.Konsep Knowledge Management,
Konsep, Arsitektur dan Implementasi. Graha Ilmu, 2007.
P.Hobbins,
Stephen dan Timothy A. Judge, Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba
Empat, 2008.
Rivai,
Vietzal dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan
Dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Tjaraamadja, Jaan Hidayat, Knowledge Management dalam Konteks
Organisasi Pembelajaran. 2006.
Carl Davidson and Philip Voss
(2003). Knowledge Management: An
Introduction to creating competitive advantage from intellectual capital.
New Delhi: Vision Books.
Paul L. Tobing, Konsep Knowledge Management, Konsep, Arsitektur dan Implementasi,
Graha Ilmu, 2007.
Tjaraamadja, Jaan Hidayat,Knowledge Management dalam Konteks
Organisasi Pembelajaran. 2006.
Kusdi, Budaya
Organisasi, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h. 56.
Vietzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 373.
Stephen P.Hobbins dan Timothy A. Judge,Perilaku
Organisasi, (Jakarta: Salemba Empat,
2008), h. 257.