Minggu, 31 Mei 2015

Makalah Keseimbangan pasar barang dan pasar uang dalam perspektif islam By Sani



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
            Kondisi perekonomian merupakan indikator utama dalam mengukur tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Sebuah Negara akan dipandang sebagai Negara yang sejahtera manakala memiliki sistem ekonomi yang mapan dan memiliki pendapatan yang mencukupi. Sebaliknya, kondisi perekonomian yang carut-marut, banyak warga yang berada di bawah garis kemiskinan, jutaan rakyat menganggur, maka Negara tersebut tidak dapat dikatakan Negara sejahtera. Paradigma inilah yang menjadikan ilmu ekonomi sebagai ilmu yang paling penting dalam kehidupan manusia. Berbagai teori dikemukakan oleh para ahli dan para pemikir dari zaman Yunani hingga saat ini. Semua teori dan pandangan tersebut diperuntukkan membangun masyarakat yang lebih berkeadilan dan lebih sejahtera.
Dalam menentukan tingkat kegiatan ekonomi suatu Negara (makro), para ekonom menjadikan keseimbangan ekonomi sebagai sebuah tolak ukur. Yang dimaksud dengan analisis keseimbangan adalah analisis ekonomi makro tentang terbentuknya tingkat harga dan jumlah output berdasarkan asumsi bahwa pada setiap pasar (barang dan jasa, tenaga kerja, uang) permintaan telah sama dengan penawaran, sehingga permintaan agregat sama dengan penawaran agregat.
Selama ini, terdapat tiga model pendekatan yang digunakan para ekonom dalam mengukur tingkat keseimbangan tersebut. Pendekatan teori Klasik, Keynesian dan Sintesis Klasik-Keynesian . Namun, yang paling banyak digunakan pada beberapa dasawarsa ini adalah pendekatan terakhir, yakni Sintesis Klasik-Keynesian. Adapun model yang digunakan adalah analisis IS-LM dengan menjadikan variabel bunga sebagai indicator utama. 

            Model keseimbangan umum ini menjadi tidak aplikatif (relevan) jika dijadikan rujukan dalam Islam. Alasannya, prinsip hukum (syariah) Islam yang melarang praktek bunga dalam ekonomi, karena bunga dikategorikan sebagai riba dalam Islam. Absensi bunga ini tentu membuat salah satu pasar utama dalam perekonomian konvensional, yaitu pasar moneter menjadi tidak relevan dalam pembahasan keseimbangan umum ekonomi Islam. Terlebih lagi ada beberapa kelemahan yang memang melekat dalam penjelasan keseimbangan umum ekonomi konvensional, terutama kelemahan yang ditunjukkan oleh ketidak-konsistenan definisi dan peran bunga dalam pasar[1].








BAB II
PEMBAHASAN

Pasar barang dalam perspektif islam
          Kalau kita telaah pasar barang dalam pemikiran konvensional, komponen-komponen penyusunnya antara lain adalah konsumsi (C), investasi (I), dan pengeluaran pemerintah (G). jika secara matematis hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut:
Kurva IS: Y = C (Y - T), I (Y,i) dan G
            Ada satu hal yang menjadi ciri pasar baranag dalam sistem ekonomi konvensional adalah kehadiran instrumen suku bunga yang menjadi faktor penentu besaran investasi di masyarakat. Hal ini tentunya akan bertentangan dengan konsep perekonomian dalam Islam yang jelas-jelas mengharamkan suku bungan karena suku bungan sama dengan riba. Pernyataan ini mengacu pada pengertian riba, yaitu tambahan yang terjadi tanpa ada aktifitas di sektor riil. Dengan mengacu pada definisi ini, sangat jelas bahwa suku bungan termasuk bagian riba.
            Apabila tingkat bunga merupakan suatu instrumen yang dilarang, maka bagaimana kondisi perekonomian yang terjadi khususnya di pasar barang ? Dalam islam, suku bunga diganti dengan ekonomi bagi hasil, sehingga insentif dalam melakukan investasi adalah besaran bagi hasil. Besaran bagi hasil yang menjadi daya tarik bagi investor untuk melakukan investasi adalah share dari keuntungan yang dibagi kepada investor dan kepada pengelola. Semakin besar bagian bagi hasil yang akan diterima oleh investor, idealnya akan meningkatkan motivasi bagi investoruntuk semakin banyak melakukan investasi. Demikian juga dengan return, semakin besar profit dalam suatu investasi, maka tingkat bagi hasil akan semakin tinggi.
            Permintaan investasi di pasar barang akan sangat dipengaruhi oleh ketersedian sumber daya yang dapat mendukung kegiatan investasi, besaran keuntungan yang akan didapatkan dari usaha, ketersediaan modal dan juga adanya bagian dari sumber daya manusia yang memiliki kemauandan kemampuan kewirausahaan, dengan mempertimbangkan tingkat keuntungan dan besaran risiko tertentu.
            Terkait dengan keuntungan, besarnya keuntungan ini akan diukur dengan menggunakan besaran standar upah minimum. Singkatnya kesediaan seorang entrepreneur  untuk menggeluti suatu bisnis akan tergantung kepada besaran resiko dan keuntungan, dimana penjumlahan secara simultan antara besaran keuntungan dengan resiko kerugian sama minimal sama dengan besaran upah minimum. Selain itu, untuk mendapatkan suatu tingkat keuntungan tertentu akan sangat dipengaruhi oleh besaran modal yang digunakan dalam berinvestasi. Hubungan antara besarnya modal dengan tingkat keuntungan investasi digambarkan dalam grafik dibawah ini.












P
 





Rm
 



0
 




I
 


 





 Hubungan Investasi dengan Profit
Rm = tingkat output harapan yang emnjadi motivasi bagi SDM untuk melakukan kegiatan entrepreneur.
Im   = tingkat investasi minimum yang dibutuhkan untuk menghasilkan keuntungan sebesar R dalam kegiatan entrepreneur.
Permintaan investasi secara agregat akan sangat dipengaruhi oleh permintaan investasi di tingkat mikro ini akan sangat dipengaruhi oleh ekspektasi keuntungan dan bagi hasil yang diklaim oleh pemilik dana.











A
 


Text Box:   PO

 


IO
 
QO
 
                                                                                                                                  

           


            Kurva A menunjukkan tingkat ekspektasi keuntungan yang diharapkan dari kegiatan entrepreneurship. Nilai ini meningkat sejalan dengan peningkatan nilai investasi, dan peningkatan ini terjadi sampai pada satu titik dimana investasi menghasilkan keuntungan yang semakin menurun. Sedangkan kurva B, dilihat dari perspektif pemilik dana, dimana jika semakin besar tingkat investasi maka akan semakin besar tingkat profit yang diharapkan. Jadi semakin besar investasi maka secara umum akan semakin besar juga tingkat keuntungan yang diharapkan.
            Dari grafik diatas selanjutnya dapat diturunkan suatu nilai bagi hasil, yang dilambangkan dengan ‘ a ’. Nilai ‘ a ’ ini merupakan rasio dari bagian keuntungan untuk pemilik dana dengan total keuntungan investasi. Nilai a  yang disebut juga sebagai besaran bagi hasil ( profit sharing) dari investasi, dan nilai ini akan memainkan peran dalam keseimbangan di pasar uang maupun di pasar barang.
Komponen (a) dalam Persamaan Keseimbangan di Pasar Barang dan Perubahannya
            Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal bagian ini, bahwa keseimbangan pasar barang dalam islam dibangun dengan komponen konsumsi agregat (C), investasi agregat (I), dan belanja pemerintah (G). secara matematis hubungan ini dirumuskan sebagi berikut:
Y=C + I + G
Dimana : C = Private consumption
                I  = investment demand
               G = government expenditure
               Y = output (aggregate demand = aggregate supply)
            Mengacu pada konsep keynes, persamaan konsumsi terdiri atas konsumsi automous dan konsumsi yang tergantung pada besaran pendapatan. Dan hubungan persamaan konsumsi dirumuskan seperti berikut ini:
C= bo + b (1 - t) Y
            Investasi, selain dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat juga dipengaruhi oleh besarnya ratio profit sharing. Logikanya, semakin besar rasio profit sharing akan mencerminkan semakin besar bagian yang diklaim oleh pemilik modal. Nilai a tidak hanya memegang peranan di pasar barang, namun juga di pasar uang. Bagaimana hubungan a dengan keseimbangan di pasar uang secara lebih detail akan di bahas di bagian berikutnya.

     Kurs IS dan Kemiringannya
     Kurs IS yang menggambarkan keseimbangan dalam pasar barang direpresentasikan dalam persamaan berikut:
Y = Ao - A a,
a  = A – A’Y

Dimana:

A’ = I – b (1 - t)/i
B  = marginal profensity to consum
I  = besaran pajak
i    = sensitivitas dari permintaan akan dana investasi terhadap rasio keuntungan

Kurs IS, akan horizontal pada saat A = 0. Kondisi dimungkinkan terjadi pada saat b(1 - t) sama dengan 1 atau i Infinite. Secara riil dalam kondisi ini, banyak dana investasi yang ditawarkan oleh pemilik dana dan dalam saat bersamaan sumber daya manusia(SDM)juga tersedia.dalam kondisi ini tingkat keuntungan atau R rendah, Q rendah, P dah W rendah. Kondisi kurva IS yang horizontal ini menggambarkan fase awal dari suatu perekonomian[2].


[2] Nurul, dkk, Ekonomin Makro Islam Pendekatan Teoritis, (Jakarta: kencana), 2004

1 komentar:

Penusukan Syekh Al Jabir

  Penulis Kontributor Lampung, Tri Purna Jaya | Editor David Oliver Purba LAMPUNG   KOMPAS.com – Ulama dan pendakwah Syekh Ali Jaber meminta...