BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kondisi perekonomian
merupakan indikator utama dalam mengukur tingkat kesejahteraan suatu
masyarakat. Sebuah Negara akan dipandang sebagai Negara yang sejahtera manakala
memiliki sistem ekonomi yang mapan
dan memiliki pendapatan yang mencukupi. Sebaliknya, kondisi perekonomian yang carut-marut, banyak warga yang berada
di bawah garis kemiskinan, jutaan rakyat menganggur, maka Negara tersebut tidak
dapat dikatakan Negara sejahtera. Paradigma inilah yang menjadikan ilmu ekonomi sebagai ilmu yang paling
penting dalam kehidupan manusia. Berbagai teori dikemukakan oleh para ahli dan
para pemikir dari zaman Yunani hingga saat ini. Semua teori dan pandangan
tersebut diperuntukkan membangun masyarakat yang lebih berkeadilan dan lebih
sejahtera.
Dalam menentukan tingkat kegiatan ekonomi suatu Negara (makro), para ekonom menjadikan keseimbangan ekonomi sebagai sebuah tolak ukur. Yang dimaksud dengan analisis keseimbangan adalah analisis ekonomi makro tentang terbentuknya tingkat harga dan jumlah output berdasarkan asumsi bahwa pada setiap pasar (barang dan jasa, tenaga kerja, uang) permintaan telah sama dengan penawaran, sehingga permintaan agregat sama dengan penawaran agregat. Selama ini, terdapat tiga model pendekatan yang digunakan para ekonom dalam mengukur tingkat keseimbangan tersebut. Pendekatan teori Klasik, Keynesian dan Sintesis Klasik-Keynesian . Namun, yang paling banyak digunakan pada beberapa dasawarsa ini adalah pendekatan terakhir, yakni Sintesis Klasik-Keynesian. Adapun model yang digunakan adalah analisis IS-LM dengan menjadikan variabel bunga sebagai indicator utama.
Dalam menentukan tingkat kegiatan ekonomi suatu Negara (makro), para ekonom menjadikan keseimbangan ekonomi sebagai sebuah tolak ukur. Yang dimaksud dengan analisis keseimbangan adalah analisis ekonomi makro tentang terbentuknya tingkat harga dan jumlah output berdasarkan asumsi bahwa pada setiap pasar (barang dan jasa, tenaga kerja, uang) permintaan telah sama dengan penawaran, sehingga permintaan agregat sama dengan penawaran agregat. Selama ini, terdapat tiga model pendekatan yang digunakan para ekonom dalam mengukur tingkat keseimbangan tersebut. Pendekatan teori Klasik, Keynesian dan Sintesis Klasik-Keynesian . Namun, yang paling banyak digunakan pada beberapa dasawarsa ini adalah pendekatan terakhir, yakni Sintesis Klasik-Keynesian. Adapun model yang digunakan adalah analisis IS-LM dengan menjadikan variabel bunga sebagai indicator utama.
Model keseimbangan umum ini menjadi tidak aplikatif (relevan) jika dijadikan rujukan dalam Islam. Alasannya, prinsip hukum (syariah) Islam yang melarang praktek bunga dalam ekonomi, karena bunga dikategorikan sebagai riba dalam Islam. Absensi bunga ini tentu membuat salah satu pasar utama dalam perekonomian konvensional, yaitu pasar moneter menjadi tidak relevan dalam pembahasan keseimbangan umum ekonomi Islam. Terlebih lagi ada beberapa kelemahan yang memang melekat dalam penjelasan keseimbangan umum ekonomi konvensional, terutama kelemahan yang ditunjukkan oleh ketidak-konsistenan definisi dan peran bunga dalam pasar[1].
BAB II
PEMBAHASAN
Pasar barang dalam perspektif islam
Kalau
kita telaah pasar barang dalam pemikiran konvensional, komponen-komponen
penyusunnya antara lain adalah konsumsi (C), investasi (I), dan pengeluaran
pemerintah (G). jika secara matematis hubungan ini dapat ditulis sebagai
berikut:
Kurva IS: Y = C (Y - T), I (Y,i) dan G
Ada
satu hal yang menjadi ciri pasar baranag dalam sistem ekonomi konvensional
adalah kehadiran instrumen suku bunga yang menjadi faktor penentu besaran
investasi di masyarakat. Hal ini tentunya akan bertentangan dengan konsep
perekonomian dalam Islam yang jelas-jelas mengharamkan suku bungan karena suku
bungan sama dengan riba. Pernyataan ini mengacu pada pengertian riba, yaitu
tambahan yang terjadi tanpa ada aktifitas di sektor riil. Dengan mengacu pada
definisi ini, sangat jelas bahwa suku bungan termasuk bagian riba.
Apabila
tingkat bunga merupakan suatu instrumen yang dilarang, maka bagaimana kondisi
perekonomian yang terjadi khususnya di pasar barang ? Dalam islam, suku bunga
diganti dengan ekonomi bagi hasil, sehingga insentif dalam melakukan investasi
adalah besaran bagi hasil. Besaran bagi hasil yang menjadi daya tarik bagi
investor untuk melakukan investasi adalah share dari keuntungan yang dibagi
kepada investor dan kepada pengelola. Semakin besar bagian bagi hasil yang akan
diterima oleh investor, idealnya akan meningkatkan motivasi bagi investoruntuk
semakin banyak melakukan investasi. Demikian juga dengan return, semakin
besar profit dalam suatu investasi, maka tingkat bagi hasil akan semakin
tinggi.
Permintaan
investasi di pasar barang akan sangat dipengaruhi oleh ketersedian sumber daya
yang dapat mendukung kegiatan investasi, besaran keuntungan yang akan
didapatkan dari usaha, ketersediaan modal dan juga adanya bagian dari sumber
daya manusia yang memiliki kemauandan kemampuan kewirausahaan, dengan
mempertimbangkan tingkat keuntungan dan besaran risiko tertentu.
Terkait
dengan keuntungan, besarnya keuntungan ini akan diukur dengan menggunakan
besaran standar upah minimum. Singkatnya kesediaan seorang entrepreneur untuk menggeluti suatu bisnis akan tergantung
kepada besaran resiko dan keuntungan, dimana penjumlahan secara simultan antara
besaran keuntungan dengan resiko kerugian sama minimal sama dengan besaran upah
minimum. Selain itu, untuk mendapatkan suatu tingkat keuntungan tertentu akan
sangat dipengaruhi oleh besaran modal yang digunakan dalam berinvestasi.
Hubungan antara besarnya modal dengan tingkat keuntungan investasi digambarkan
dalam grafik dibawah ini.
|
||||||
![]() |
||||||
|
||||||
|
||||||
|
||||||
Hubungan
Investasi dengan Profit
Rm = tingkat output harapan
yang emnjadi motivasi bagi SDM untuk melakukan kegiatan entrepreneur.
Im = tingkat investasi minimum
yang dibutuhkan untuk menghasilkan keuntungan sebesar R dalam kegiatan entrepreneur.
Permintaan investasi secara agregat akan
sangat dipengaruhi oleh permintaan investasi di tingkat mikro ini akan sangat
dipengaruhi oleh ekspektasi keuntungan dan bagi hasil yang diklaim oleh pemilik
dana.
![]() |
|||||
|
|||||
|
|
Kurva
A menunjukkan tingkat ekspektasi keuntungan yang diharapkan dari kegiatan entrepreneurship.
Nilai ini meningkat sejalan dengan peningkatan nilai investasi, dan peningkatan
ini terjadi sampai pada satu titik dimana investasi menghasilkan keuntungan
yang semakin menurun. Sedangkan kurva B, dilihat dari perspektif pemilik dana,
dimana jika semakin besar tingkat investasi maka akan semakin besar tingkat profit
yang diharapkan. Jadi semakin besar investasi maka secara umum akan semakin
besar juga tingkat keuntungan yang diharapkan.
Dari
grafik diatas selanjutnya dapat diturunkan suatu nilai bagi hasil, yang
dilambangkan dengan ‘ a ’. Nilai ‘ a ’ ini merupakan rasio dari bagian
keuntungan untuk pemilik dana dengan total keuntungan investasi. Nilai a yang disebut juga sebagai besaran bagi hasil
( profit sharing) dari investasi, dan nilai ini akan memainkan peran
dalam keseimbangan di pasar uang maupun di pasar barang.
Komponen (a) dalam Persamaan Keseimbangan
di Pasar Barang dan Perubahannya
Sebagaimana
telah dijelaskan pada bagian awal bagian ini, bahwa keseimbangan pasar barang
dalam islam dibangun dengan komponen konsumsi agregat (C), investasi agregat
(I), dan belanja pemerintah (G). secara matematis hubungan ini dirumuskan
sebagi berikut:
Y=C + I + G
Dimana : C = Private
consumption
I = investment demand
G = government expenditure
Y = output (aggregate demand = aggregate
supply)
Mengacu pada konsep
keynes, persamaan konsumsi terdiri atas konsumsi automous dan konsumsi yang
tergantung pada besaran pendapatan. Dan hubungan persamaan konsumsi dirumuskan
seperti berikut ini:
C= bo + b (1 - t) Y
Investasi, selain dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat juga
dipengaruhi oleh besarnya ratio profit sharing. Logikanya, semakin besar
rasio profit sharing akan mencerminkan semakin besar bagian yang diklaim
oleh pemilik modal. Nilai a tidak hanya memegang peranan di pasar barang, namun
juga di pasar uang. Bagaimana hubungan a dengan keseimbangan di pasar uang
secara lebih detail akan di bahas di bagian berikutnya.
Kurs IS dan
Kemiringannya
Kurs IS yang menggambarkan
keseimbangan dalam pasar barang direpresentasikan dalam persamaan berikut:
Y = Ao - A a,
a = A – A’Y
Dimana:
A’ = I – b (1 - t)/i
B = marginal profensity to
consum
I = besaran pajak
i = sensitivitas dari permintaan
akan dana investasi terhadap rasio keuntungan
Kurs IS, akan horizontal pada saat A = 0. Kondisi dimungkinkan terjadi
pada saat b(1 - t) sama dengan 1 atau i Infinite. Secara riil dalam
kondisi ini, banyak dana investasi yang ditawarkan oleh pemilik dana dan dalam
saat bersamaan sumber daya manusia(SDM)juga tersedia.dalam kondisi ini tingkat
keuntungan atau R rendah, Q rendah, P dah W rendah. Kondisi kurva IS yang
horizontal ini menggambarkan fase awal dari suatu perekonomian[2].


download Makalah Keseimbangan Pasar Barang dan Pasar Uang Ekonomi Islam lengkap
BalasHapus